Sabtu, 17 Desember 2011

Ekowisata Mandailing


P
ariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat Negara berkembang. Pariwisata semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan politik. Runtuhnya sistem kelas dan kasta, semakin meratanya distribusi sumberdaya ekonomi, ditemukannya teknologi transportasi, dan peningkatan waktu luang yang didorong oleh penciutan jam kerja telah mempercepat mobilitas manusia antar daerah, negara, dan benua, khususnya dalam hal pariwisata.
Masyarakat Ekowisata Internasional mengartikan Ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masayakat lokal (TIES, 2000). Potensi objek ekowisata di Indonesia cukup besar, salah satunya berada di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara. Letak geografis Kabupaten Madina yang strategis berada di antara dua daerah tujuan wisata yang biasa dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara yaitu Bukit Tinggi (Sumatera Barat) dan Danau Toba (Sumatera Utara).  Daerah Madina yang masih alami dan belum terjamah oleh sentuhan para ekowisatawan (ecotourist) baik dari dalam negeri maupun mancanegara, menjadikan Kabupaten Madina sebagai solusi alternatif wisatawan di masa yang akan datang dan sebagai tempat transit maupun daerah tujuan wisata yang wajib dikunjungi setelah Bukit Tinggi maupun Danau Toba.
 Untuk  itu, perlu perencanaan dan pembenahan dalam pengelolaan ekowisata di Kabupaten Madina, karena Madina menyimpan kekayaan ekowisata yang sangat luar biasa, tidak kalah indah dan uniknya dengan daerah lain yang telah maju dalam industri pariwisata. Potensi objek ekowisata di Madina agar dapat dimanfaatkan secara optimal, dilestarikan dan memberikan hasil secara berlanjut, pengembangan potensi tersebut perlu didahului dengan perencanaan dan pengelolaan yang tepat oleh Pemerintah Daerah (Pemda), Masyarakat serta Stakeholder lain (investor).
Di berbagai Negara tujuan wisata utama, perencanaan yang sistematis  sudah diakui menjadi salah satu kunci sukses pemanfaatan dan pengelolaan ekowisata. Dengan perencanaan yang tepat itu pula semua kinerja proyek ekowisata dapat dievaluasi dan keberlanjutan proyek dapat lebih terjamin.
Potensi kawasan ekowisata di Madina sangat besar, Objek dan daya tarik wisata (ODTW) tersebut tersebar di darat (dalam kawasan hutan konservasi) maupun di laut, seperti potensi wisata alam, wisata bahari, wisata spiritual, wisata budaya, wisata kuliner serta wisata kerajinan. Semua potensi tersebut akan menarik minat ekowisatawan untuk datang berkunjung ke Madina, ekowisatawan adalah segmen wisatawan yang memiliki motif, minat, dan ketertarikan pada hal-hal yang khusus di daerah tujuan wisata, terutama pada kegiatan konservasi alam dan budaya yang menjadi pusat kegiatan wisatanya.
Selain menikmati objek wisata yang masih alami, ekowisatawan juga dapat mencari pengalaman baru dengan cara belajar dari dan bersama masyarakat lokal tentang beragam sumberdaya dan daya tarik alam maupun budaya di Madina. Seperti tarian tradisional Mandailing (tor-tor), musik gordang sambilan, mencicipi masakan khas Madina ataupun mempelajari dan mengikuti kegiatan masyarakat sekitar. Selain itu, wisatawan dapat juga melakukan kegiatan wisata ziarah dimakam-makam syekh atau ulama di Mandailing.
Selanjutnya, untuk mengatasi tantangan sekaligus meraih peluang tentu Pemda, Masyarakat dan Stakeholder  memerlukan langkah-langkah yang terukur dan rasional. Di sini perencanaan menjadi kata kunci dan penentu keberhasilan langkah-langkah yang dimaksud. Untuk mendukung keberlanjutan ekowisata di Madina, Pemerintah Daerah harus melihat dan memiliki pertimbangan-pertimbangan terhadap tiga pilar ekowisata yaitu ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
Apabila potensi ekowisata di Madina dikelola dan dikemas dengan baik akan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan meningkatkan perekonomian Kabupaten Madina. Kawasan yang berpotensi untuk dikunjungi wisatawan misalnya: daerah penyangga Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yaitu desa Sibanggor dan Sitinjak, selain itu ada juga pantai Natal, pantai Tabuyung, sungai Batang Gadis, Pondok Pesantren Mustafawiyah Purba Baru, Air Panas Alami di Siabu, Rumah Adat (Bagas Godang) di Panyabungan Tonga, mengunjungi makam raja di Kotasiantar serta masih banyak tempat-tempat yang dapat dikunjungi oleh wisatawan. Di pantai Natal misalnya, wisatawan dapat memanfaatkan pantai untuk kegiatan wisata bahari, misalnya memancing, berenang, snorkeling dan lain sebagainya. Selain itu wisatawan juga dapat mencicipi masakan khas Mandailing seperti gulai daun singkong tumbuk, rendang belut, ikan mas asam padeh dan paling khusus yaitu kopi Mandailing (kopi takar/kopi yang diminum dari tempurung kelapa dan sedotannya memakai kayu manis).
Selanjutnya, gunung Sorik Marapi  dengan ketinggian 2.142 mdpl dapat dijadikan untuk wisatawan yang berminat untuk mendaki gunung, di sana wisatawan akan disuguhkan dengan menikmati kekayaan keanekaragaman hayati maupun hewani, seperti melihat pohon-pohon berukuran raksasa, kegiatan pengamatan burung (birdwatching), kegiatan pengamatan hewan (animalwatching), karena di kawasan tersebut masih terdapat burung-burung langka  dan dilindungi seperti Rangkong Badak, Rangkong Papan, Enggang Gading, Luntur Gunung, Burung Beo dan masih banyak lagi.
Di desa Sibanggor ataupun Sitinjak wisatawan dapat merasakan mandi di air hangat bercampur belerang serta menikmati udara nan sejuk dengan pemandangan hamparan kota Panyabungan dari atas bukit, serta menikmati keindahan rumah-rumah unik yang beratap ijuk. Masyarakat sekitar yang terlibat dalam pengelolaan wisata diharapkan dapat menjaga kearifan lokal, menjaga kekhasan/keaslian adat istiadat Mandailing tanpa adanya komersialisasi, menghargai wisatawan tanpa terpengaruh dengan kebiasaan wisatawan terutama wisatawan luar negeri, sehingga terjaga keaslian dan terciptanya cita-cita ekowisata di Madina.
Untuk mendukung itu semua, Pemerintah Daerah maupun pengelola wisata seharusnya mempersiapkan terlebih dahulu fasilitas, sarana prasana serta inprastruktur yang mendukung kegiatan wisata, seperti jalan menuju lokasi, tempat penginapan (cottage, bungalow), interpreter (pemandu lokal) serta transportasi lokal dan lebih mendukung lagi jika pelabuhan udara dan laut sudah dibangun oleh Pemerintah. Apabila wisatawan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan, tidak mustahil mereka akan kembali berkunjung, bahkan mengajak teman-temannya yang lain untuk menikmati alam Mandailing. Semoga….